Kamis, 19 Desember 2019

Melihat Perspektif Antargenerasi terhadap Isu Homoseksualitas di Korea Selatan

The American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa orientasi seksual adalah suatu pola ketertarikan yang berdasarkan baik secara seksual maupun romantikal (APA 2010). APA juga menjelaskan bahwa orientasi seksual bukan hanya tentang identitas suatu individu namun juga aspek perilaku yang dijumpai pada masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai salah satu Hak Asasi Manusia. Definisi tersebut mengacu pada berbagai macam seksualitas seperti homoseksualitas laki-laki atau perempuan, heteroseksualitas, dan biseksualitas yang mencakup beberapa kategori orientasi lainnya. Heteroseksualitas itu sendiri merupakan sebuah norma yang dinormalkan oleh masyarakat sehingga istilah homoseksualitas dipersepsikan secara berbeda oleh masyarakat dan merupakan bentuk dari penyimpangan sosial. Dengan alasan tersebut, definisi dari seksualitas itu sendiri dapat berubah-ubah tergantung dalam berbagai konteks.
Dalam konteks Korea Selatan, istilah gay atau bahkan menjadi gay merupakan hal yang sangat tabu sehingga para remaja mengalami paksaan dari masyarakat untuk menyembunyikan identitasnya. Sekitar kurang dari 40% usia remaja tidak mendapatkan pengetahuan mengenai gender, orientasi seksual, dan identitas di bangku persekolahan sehingga ketidakpercayaan diri bertambah dan mempengaruhi kesehatan fisik ataupun mental (Naaranoja, 2016). Kurangnya pengetahuan akan seksualitas membuat para peneliti, akademisi, dan warga Korea Selatan ingin mengetahui lebih lanjut tentang spektrum seksualitas.
Disamping bagaimana pandangan masyarakat Korea Selatan terhadap, perlu diketahui juga bahwa setiap generasi memiliki cara pandang melihat suatu isu secara berbeda-beda. Nilai dan norma menjadi basis utama bagaimana masyarakat menginternalisasi dan mengimplementasi nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat serta menghasilkan sikap yang berbeda-beda. Maka dari itu, memahami permasalahan cara masyarakat Korea Selatan melihat homoseksualitas menjadi penting untuk merumuskan apa yang harus dilakukan masyarakat Korea Selatan untuk memperjuangkan seksualitas yang juga merupakan Hak Asasi Manusia.

Homoseksualitas di Zaman Korea Kuno
Di Korea Selatan, pembentukan suatu identitas seorang homoseksual memainkan peranan yang sangat penting bagi mereka dalam berkomunikasi atau bersikap dengan orang lain (Kim, Shin Young 2010, 8-9.). Kim Shin Young memaparkan bahwa identitas yang dibentuk masyarakat Korea Selatan terhadap homoseksualitas masih diasosiasikan dengan penyimpangan mental, HIV/AIDS, dan lainnya sehingga muncul stereotip kepada homoseksual di Korea Selatan (Kim, Shin Young 2010). Akibatnya, stereotip yang muncul sangat merendahkan kaum homoseksual.
Stereotip yang merugikan ini muncul tidak melihat kembali kepada sejarah Korea Selatan sendiri. Dalam perjalanan sejarahnya, Korea memiliki beberapa sejarah percintaan sesama jenis di dalam dunia politik mereka. Sejarah mencatat raja homoseksual pertama yang ada di Korea yaitu Raja Hyegong (혜공왕) (765-780 CE), dari Dinasti Silla (Lee, Jooran 2000 qtd. in Hilton 2008, 3). Ia digambarkan seorang raja yang lahir dengan semangat feminisme dan lebih suka apabila didekati oleh pria yang ada disekitarnya (Lee, Jooran 2000 qtd. in Hilton 2008, 3). Sama seperti masa Dinasti Goryeo, praktik hubungan sesama jenis juga sangat populer di kalangan Aristokrasi Korea. Praktik tersebut dikenal dengan istilah yongyang jichong (용양지총). Terminologi tersebut digunakan mnegacu pada arti “the dragon and the sun”, yang mana keduanya merupakan simbol lelaki maskulin (Kim & Hahn 2006, 62). Hubungan yang terkenal dalam Dinasti Goryeo yaitu hubungan sesama jenis Raja Mokjong (목종) (r. 997-1009 CE). Selain itu ada Raja Chungseon (충 선왕) (1298, 1308-313 CE) yang dikenal memiliki hubungan jangka panjang dengan seorang lelaki bernama Wonchung (Sohng & Icard 1996 qtd. in Hilton 2008, 4).
Sejalannya masa masa kepemimpinan Dinasti yang tidak menganut heteroseksualitas, berkembangnya ajaran konfusianisme di wilayah Korea Selatan pun mulai gencar sehingga respons masyarakat yang menganut paham tersebut melarang adanya kegiatan hubungan sesama jenis karena melanggar norma sosial dan kode etik norma sosial yang ada di Korea Selatan. Masyarakat juga membentuk suatu norma moral yang dibentuk oleh Konfusianisme Korea sehingga mempertahankan tradisi yang ada tanpa terkecuali. Karenanya homoseksualitas dianggap merusak moral yang dibangun oleh konfusianisme karena dianggap sebagai bentuk penolakan hakikat gender normatif.

Lingkungan Homoseksualitas di Korea Selatan Kontemporer
Melihat adanya rekaman sejarah yang cukup banyak mencatat hubungan sesama jenis pada masa Korea Kuno. Identitas homoseksual di Korea Selatan saat ini merupakan bentuk asimilasi kultur tradisional dan modernisasi sehingga keberadaan homoseksualitas di Korea Selatan tidak pernah diilegalkan (Hilton 2008, 5-6.). Karena hal tersebut, posisi homoseksualitas di Korea tidak mendapatkan banyak tempat di publik dan hanya mendapat dua pilihan baik itu dilindungi ataupun dilarang. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya undang-undang legal yang khusus mengatur hal tersebut. Sulitnya advokasi dalam memastikan agar tidak terjadinya diskriminasi yaitu adanya faktor diluar kemampuan perusahaan untuk memastikan adanya anti-gay discrimination karena sikap masyarakat yang telah menginternalisasi nilai dan norma heteroseksual. Sehingga belum ada jaminan untuk bekerja secara aman di lingkungan pekerjaan yang ada (Lee Min-A 2007B). Menilik kembali, Pemerintah Korea Selatan pernah mencanangkan peraturan perundang-undangan mengenai kesetaraan hak asasi manusia yang dikaitkan dengan LGBT namun peraturan tersebut gagal pada tahun 2007. Setelah bertahun-tahun kembali dicanangkan dan tetap gagal hingga berakhir pada tahun 2013 (Asan Report 2015, 1-3.). Kegagalan pengajuan perundang-undangan tersebut sering terjadi sehingga para anggota kelompok minoritas sering mengalami diskriminasi di ruang publik.
Terminologi yang diskriminatif pun muncul dikalangan masyarakat Korea Selatan yaitu istilah byeontae (변태, abnormal, anomaly, deviant), sebuah istilah yang mengacu pada identitas dan perilaku diluar konsepsi heteroseksualitas tradisional. Kata tersebut juga digunakan para heteroseksual untuk mendeskripsikan homoseksual secara individu, dengan kata lain perundungan terhadap kaum homoseksual. Selain itu, istilah dongseong-ae (동성애) menjadi terminologi yang sering digunakan oleh aktivis sebagai aktivitas hubungan sesama jenis. Istilah gay (게이, gei) dan queer (퀴어, kwieo) pula menjadi populer digunakan pada acara festival dan sinematografi. Eksistensi homoseksualitas di Korea Selatan pun semakin berkembang dengan adanya adopsi
filmografi dan sinematografi serta adanya The Queer Festival sebagai bentuk penerimaan masyarakat korea terhadap isu homoseksualitas di negaranya (Hilton 2008, 12.).
“Christians’ arranged marriage to rage: The Korean Queer Culture Festival (기독교인들의 분노에 맞선 한국퀴어문화축제’, gidokkyodeureui bunnoe masseon ‘hangug kwieo munhwa chukjae’)
merupakan sebuah festival modern kemanusiaan dengan tema Hak LGBT yang dibalut dengan parade dan penayangan film pada Mei 2015. Menjelang terjadinya acara tersebut, komunitas LGBT di Korea Selatan mengalami penahanan dari polisi Korea. Hal tersebut sangat ditakutkan oleh para politisi karena dianggap mengganggu tatanan politik Korea Selatan sehingga polisi Korea dimandatkan untuk turun ke lapangan membatasi aktivitas komunitas LGBT yang ada. Terlebih, politisi Korea Selatan tersebut didukung oleh kelompok konservatisme Kristiani sehingga politisi banyak mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan suara kelompok minoritas (Korea Herald 2015B; BeyondHallyu.). Masih dengan tujuan yang sama, Kelompok konservatisme Kristiani tetap menolak adanya acara tersebut dengan cara melakukan orasi terselubung di area acara. Walaupun kelompok minoritas LGBT mendapatkan tempat yang lumayan kasat mata di tatanan masyarakat. Namun, masih banyak terdapat kelompok konservatisme yang sangat menentang hal tersebut dan diasosiasikan dengan banyak faktor seperti agama, nilai, dan norma.
Setelah melihat bagaimana sikap masyarakat Korea Kuno dan Korea Kontemporer dalam menghadapi fenomena homoseksualitas di Korea Selatan, Bab ini akan membahas bagaimana bentuk realisasi nyata dari masyarakat terkait fenomena tersebut. Banyak sekali masyarakat yang mulai terbuka dan membuat acara kemanusiaan. Selain itu, bab ini akan membahas kasus LGBT yang menjadi sorotan diskursus media. Munculnya eksklusi di mata hukum dan peradilan menarik perhatian bersama karena di Korea Selatan heteroseksualitas adalah suatu sistem ideologi politik yang menstigma dan menolak keberadaan bentuk non-heteroseksual baik dalam hubungan, sikap, identitas, atau komunitas (Kim, Shin Young 2010, 19-20).

Kesimpulan
Melihat bahwa Korea Selatan merupakan sebuah negara yang sangat mengedepankan kebebasan kemanusiaan dalam bidang apapun, isu homoseksualitas dan LGBT masih menuai polemik yang ada di masyarakatnya sendiri. Melihat perspektif sejarah yang tertulis, Konfusianisme Korea yang erat kaitannya dengan struktur keluarga membuat homoseksualitas tidak diperbolehkan di berbagai
macam dinasti di Semenanjung Korea. Selain itu, individu bagian dari kelompok tersebut sering mengalami diskriminasi di setiap generasinya walaupun angka diskriminasi di era kontemporer semakin berkurang dan semakin terbuka serta menerima keberadaan homoseksualitas. Di era kontemporer, banyaknya julukan yang muncul secara bertahap membuat individu tersebut takut akan menerima dirinya sendiri bagian dari komunitas. Untuk menyimpulkan itu semua, terdapat sikap yang bergeser dari masyarakat konservatif hingga mulai terbuka di ruang publik. Banyaknya gerakan yang menjadi terobosan baru seperti Pride Parade in Seoul & the Queer Culture Festival juga menjadi suatu wadah yang tepat untuk mengadvokasikan hak-hak yang perlu diperjuangkan di mata pemerintah.

Minggu, 23 Oktober 2016

Ampera Bridge

           

The bridge that spread above Musi River is becomes the main characteristic of Palembang city. It was built on 1962 - 1965. Ampera Bridge has 78m high of tower. However, the special feature of this bridge that it can be opened and closed, the mechanism is no longer working, whereas is fact, it is the only bridge in Indonesia with the open-and-closed kinetic mechanism. Now it is only history. The bridge has to be lifted up of the middle shares each time there every king sized ship, with height above nine meters, will pass by quickly. Both for going to downstream and also which going to the upstream.
Started in 1970, the Legendaries Bridge does not make a move to fluctuate again. The moving bridge build, besides to connected Ulu and Ilir that separated by Musi River, also to anticipate if there is big ship, which sail in the river. Each time, when the bridge body make a move to go up or go down always interesting to look up, and caught up to king sized ships pass under the bridge, make amazing moment for the citizen who have see it from the river boundary, or from other ship. The construction build started in April 1962, after getting approval of President of Soekarno. An expense of its development is taken away from fund of Japan.

In initially, bridge as long as 1.177 meters widely this 22 meters, named 'Bung Karno's Bridge'. A historian of Djohan Hanafiah, the name mentioned as appreciation to The President of Republic Indonesia. Bung Karno had fight seriously for desire of Palembang citizen, to have a bridge above Musi River. 1965 is an opening usage of bridge ceremony, at the same time, Bung Karno name as a name of the bridge. However, after turbulence of politics happened in 1966, when there was a movement of anti-Soekarno very strong, name of that bridge even also turned into Ampera Bridge. At this time, the name of Ampera Bridge had not changed yet. There are some citizens in Palembang wish its name return to Bung Karno's Bridge. According to Djohan, the commutation request of name of Ampera Bridge become Bung Karno as a streamlining effort of middle story.

The parts of Ampera Bridge, when it has been woke up, as long as 71,90 meters, widely 22 meters. Part of bridge heavy entirety 944 that ton can be lifted with speed about 10 meters per minute. Two jacking tower of the bridge upstanding as high as 63 meters. Apart between these two tower is 75 meters. This two Tower provided with two pendulum of about 500-ton weight. Then the bridge lifted up, wide ship of the size 60 meters and highly maximum 44,50 meters, can pass to ford of Musi River. And when middle shares of this bridge did not lifted, maximum high of ships, which can pass under the bridge only 9 meters of water level of river.
Since 1970, the bridge shall no longer fluctuate again. Time used to lift this bridge that is about 30 minute, assumed to bother traffic current between defecting Ulu and Ilir, two Town of Palembang area dissociated by Musi River. The river is only connecting by Ampera Bridge. But Arsyad anticipate, the reason of Ampera Bridge do not fluctuate again because of there is no big ship which can sail in Musi River. The river become worse superficiality that cannot navigate by king sized ship.
Ampera Bridge has been renovated in 1981, by finishing fund about Rp 850 million. Renovating conducted after emerging care of threat damage of the bridge can make it fall down. Today, expanding discourse about the important thing to development of Musi III Bridge and Musi IV Bridge as another way to connective Ulu and Ilir, at the same time the development meant to develop Ulu area.


I.  Multiple Choice

      1. Which of the following statement is not true about Ampera?
             a.       The moving bridge build, besides to connected Ulu and Ilir that separated by Musi River.
             b.     Ampera Bridge has been renovated in 1981, by finishing fund about Rp 850 million. 
             c.      An expense of its development is taken away from fund of Japan.
             d.      He plays football and tennis.
             e.   It is the only bridge in Indonesia with the open-and-closed mechanism
      2.  It is implied in the passage that ….
             a.      The moving bridge build, besides to connected Ulu and Ilir that separated by Gangga                      River.
             b.     In initially, bridge as long as 1.177 cm widely this 22 cm, named 'Bung Karno's Bridge'. 
             c.      An expense of its development is taken away from fund of Garut.
         d.   The construction build started in April 1962, after getting approval of President of Soekarno
             e.   It is the only bridge in Indonesia with the walking mechanism
      3.  Word "kinetic" refers to ....
             a.   Languid.
             b.    Gay 
             c.   Vapid
             d.   Dead
             e.   Inactive
      4.  " Since 1970, the bridge shall no longer fluctuate again ''
           What is the antonym word of the unerlined word.
             a.   Snap
             b.   Mutate
             c.   Plateau
             d.   Vary
             e.   Snap
      5.  What can be inferred from paragraph 3 about Bung Karno prior to name of bridge.?
             a.  Bung Karno name as a name of the bridge. However, after turbulence of politics happened             in 1966,
             b.  Tower provided with two pendulum of about 500-ton weight
             c.   There are some citizens in Palembang wish its name return to Bung Karno's Bridge
            d  According to Djohan, the commutation request of name of Ampera Bridge become Bung               Karno as a streamlining effort of middle story.
             e. Musi III Bridge and Musi IV Bridge as another way to connective Ulu and Ilir,

Minggu, 09 Oktober 2016

Le Petit Prince

hello guys...
now im gonna tell you about moral value our local tale.

The Little Prince
      the meaning of life can be found only in relationships. Loving someone causes you to commit yourself to another, and that makes even the most humdrum occurrences of life take on deep significance. 

Snow White

    Selfish desire is dangerous. In this folktale, a vain and jealous Queen arranges various tricks and deceits in order to kill her stepdaughter, Snow White, whom the magic mirror declares is the most beautiful woman in the world.

The boy who cried a wolf
       The tale concerns a shepherd boy who repeatedly tricks nearby villagers into thinking wolvesare attacking his flock. When one actually does appear and the boyagain calls for help, the villagers believe that it is another false alarm and the sheep are eaten by the wolf.

Malin Kundang
        We should not be rebellious to our parents ,especially your mother

Sabtu, 08 Oktober 2016

Pre-flight Announcement

Lets check out my channel guys




Good afternoon students, My name is Rafli as the senior cabin crew of this flight. On behalf Garuda Indonesia and all crew would like to say welcome on board to the boeing 737 800 ng. This is a not smoking flight GA .... Please fasten your seatbelt adjust your seatback to the upright position, tray table in front of you must be lock securely.

According to The Civil Aviation Safety Regulation ,We would like to show you a safety video from this aircraft. Thank you for your great attention. Have a pleaseant flight with Garuda Indonesia members of Skyteam

Minggu, 25 September 2016

Arjun's Championship

        Hello welcome back to my blog, today im gonna tell you about my friend's unforgettable moment. so lets check it out. 

        So, when Arjun in 4th graders of Elementary School. He joined an extrraculicular in his school called Taekwondo. Taekwondo is one of the most popular martial arts in the world. It came from Korea. Arjun so excited for this one. He always attended some training that held from his club. 

       Until one day, he attended training that held in mountain. the purpose of this training is to make the partricipant's mental srtronger and stronger. He was very happy for this activity. He got an ordinary score for his training. So he was sent to Walikota Cup Championship.

      Arjun fight with his first rival. the first one is an easy one to lose him. Arjun can beat him fluently without any scratch in his face. the second one is quite hard. arjun mostly overwhelmed, he already try his best. and finally HE GOT GOLD. HE WAS IN THE FIRST PLACE. IM SO PROUD.


Okay guys i think that all about my friends and wait for my next vlog. see ya ! 
 


Scientia sit Potentia

Hi guys! Welcome back to my blog. Today im gonna tell you about my witty camp. Its called Science Camp.

Science Camp is the one of the popular event in SMA Negeri 3 Bandung. Science camp is a big gateway to joined an extraculicullar club called Trilogy. TRILOGY is an extraculicular with a bunch of achievements.

It held on Taman Bougenville Camp Park. Located in Gunung Puntang. In here we can see a whole of good view. Consist of good park, clear river, and many more.

We had fun times there. We also study too. This is my coolest camp in school ever. We learned how important of teamwork. Learned how important soft skill is. So this is the craziest camp ever in my life.

Selasa, 20 September 2016

PROUD TO BE A PART OF CITY OF PEMPEK

Hello, welcome back to my blog :). Today im gonna tell you about my hometown. ITS CALLED... OMG IM SO EXCITED. ITS CALLED PALEMBANG OR CITY OF PEMPEK.

So, Palembang is the second-largest city on Sumatra island after Medan and the capital city of the South Sumatra province in Indonesia. It is one of the oldest cities in the Malay Archipelago and Southeast Asia.

Palembang is so unique. We have a big bridge called Ampera above the Musi River.

Since ancient times, Palembang has been a cosmopolitan port city which absorbs neighbouring, as well as foreign, cultures and influences.

Palembang is famous for its local cuisine called pempek Palembang. It is a Pempek served in sweet and sour sauce called kuah cuko. Another Palembang signature dishes are tekwan, model, mie celor, laksan and lakso, and also pindang patin (pangasius in sweet and sour soup).

So thats all about my hometown. I really miss my family, my hometown and my old friends. I miss every single part of Palembang.